Alasan Orang Tidak Berinvestasi Di Saham
Alasan Orang Tidak Berinvestasi Di Saham - Jumlah investor saham di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Hingga Juli 2020, jumlah investor saham mencapai 1,28 SID (single investor identification) atau meningkat 16% dibandingkan akhir tahun 2019.
Secara keseluruhan berinvestasi di saham, investor pasar modal di Indonesia (termasuk reksa dana dan obligasi) pada periode tersebut mencapai sekitar 3 juta orang. Namun, jumlah investor di pasar modal dinilai masih relatif kecil dibandingkan negara lain.
Baca Juga : Iphone 17 Air
Dalam suatu kesempatan, Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Patria Sjahrir pernah mengatakan bahwa jumlah investor di pasar modal hanya 1% dari total penduduk Indonesia. Menurutnya, negara lain memiliki populasi investor 10% dari total populasi. Dengan demikian, berdasarkan rasio ini, jumlah investor pasar modal di Indonesia masih relatif sedikit.
Alasan orang enggan untuk melakukan Berinvestasi Di Saham. Karena tidak sedikit orang yang terjerumus ke dalam penipuan investasi yang mengakibatkan kerugian material dan non material yang cukup besar. Berikut alasan orang enggan investasi saham:
Resiko Tinggi
Investasi saham dikenal sebagai instrumen investasi yang memiliki risiko tinggi meskipun di sisi lain menawarkan potensi keuntungan yang tinggi (high risk high return). Risiko yang tinggi ini membuat sebagian orang enggan untuk menempatkan dananya di saham karena takut kehilangan sebagian atau seluruh dananya. Harga saham mudah dipengaruhi oleh berbagai informasi yang beredar.
Beberapa saham, meski tidak semuanya, juga diketahui memiliki volatilitas yang tinggi (besarnya perubahan harga). Dengan kata lain, harga suatu saham bisa naik tinggi dalam waktu singkat, tetapi juga bisa turun drastis dalam waktu yang tidak kalah cepat.
Baca Juga : Tips Pesan Hotel Agar Dapat Harga Lebih Murah
Risiko tinggi ini terkadang tidak dapat diterima oleh sebagian pemilik dana, terutama mereka yang memiliki profil risiko konservatif. Mereka cenderung memilih instrumen investasi selain saham atau investasi reksadana
Istilah Asing
Dalam berbagai diskusi saham, berbagai istilah yang disampaikan atau digunakan seringkali menggunakan bahasa asing yang tidak mudah untuk langsung dipahami. Istilah yang terkesan ribet seringkali menjadi mental block seseorang untuk mencoba hal baru seperti investasi saham.
Namun dalam perkembangannya, para investor atau pedagang saham di Indonesia telah menciptakan bahasa gaul untuk mempermudah pemahaman tentang saham. Bahasa gaul tercipta dengan mencampurkan berbagai bahasa yang berkembang di masyarakat.
Rentan Terdampak Informasi
Harga saham dinilai rentan terpengaruh oleh berbagai informasi, terlepas dari kebenaran yang berseliweran sepanjang waktu. Informasi yang dikenal sebagai sentimen ini dapat mempengaruhi harga saham, baik secara positif maupun negatif.
Salah satu contoh informasi peristiwa yang berdampak pada harga saham adalah ketika virus corona mulai ditemukan di berbagai negara di dunia juga Indonesia. Saat itu, harga saham di seluruh dunia sedang jatuh. Banyak saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia turun puluhan persen hanya dalam beberapa hari di bulan Maret 2020 akibat informasi tentang pandemi virus corona.
Baca Juga : Ramai Hashtag Bye PKS
Terkesan Susah
Berinvestasi saham seringkali terkesan sulit karena dianggap perlu untuk memahami berbagai teori terkait, misalnya teori mengenai analisis fundamental atau analisis teknikal. Pemahaman teori seringkali membutuhkan waktu yang singkat, bahkan bertahun-tahun.
Pemahaman tentang investasi saham ini juga tidak menjamin keuntungan bagi investor saham karena pergerakan harga saham dipengaruhi oleh banyak hal. Hal ini tentu berbeda dengan berinvestasi pada instrumen lain, seperti deposito, yang cenderung lebih sederhana.
Edukasi
Saat ini, masih banyak edukasi mengenai investasi pemula berkelanjutan yang belum menjangkau berbagai daerah di Indonesia. Investasi saham memang kalah pamor dengan instrumen lain seperti emas, properti, tanah dan sebagainya. Di sisi lain, keberadaan kantor cabang perusahaan efek atau pialang saham juga masih relatif jarang.